Label:



MOM ENTREPRENEUR
Saya mendefinisikan judul di atas dengan kalimat seorang ibu rumah tangga yang nyambi berwira usaha. Jadi pada dasarnya dia adalah seorang ibu rumah tangga sepenuhnya, tapi di sela-sela kesibukannya menjadi ibu rumah tangga, dia juga mengembangkan dirinya dengan berwira usaha. Dan begitulah selama 13 tahun kehidupan yang saya jalani.
Menjadi seorang mom entrepreneur adalah salah satu cara saya mengisi waktu luang sembari membesarkan anak-anak. Selain untuk mengisi waktu luang, berwira usaha bagi saya adalah cara melarikan diri dari rutinitas urusan rumah tangga alias penghilang stress.
Kenapa? Karena dengan mengurusi barang dagangan atau hitung menghitung uang merupakan kenikmatan tersendiri bagi saya. Sehingga hidup tidak terasa monoton dan menyenangkan.

BERJUALAN ADALAH HOBBY
Teringat waktu saya kecil, mungkin sekitar usia SD merengek-rengek pada ibu saya agar diperbolehkan berjualan es juice di depan rumah. Bayangan aktifitas berjualan es juice itu selalu membayangi saya, sepertinya menarik dan asyik.
Tapi, mungkin karena orang tua saya bukan dari dinasti pedagang, jadi permintaan saya itu sesuatu yang lucu, sehingga ibu tidak mengabulkan keinginan saya untuk berjualan es juice.  Dengan alasan,  nanti kalau nggak laku gimana? Malu sama tetangga dan alasan yang lainnya. Akhirnya batallah mimpi saya itu.
Tapi tak berhenti sampai di situ. Meski saya dilarang berjualan es juice, ibu saya nggak melarang saya untuk menjual majalah-majalah bekas saya dan adik saya yang menumpuk di gudang.  Majalah bekas itu seingat saya, saya jual Rp 25/buah. Pembelinya adalah anak-anak tetangga. Dan banyak  yang berminat dengan majalah bekas kami itu.
Begitulah riwayat kegiatan bisnis saya, kegiatan jual- menjual ini juga berlanjut hingga saya kuliah.

BERBISNIS SAMBIL MENGASUH ANAK
Berkomitmen untuk menjadi seorang full time mother ketika memutuskan menikah di tahun 1998 membuat saya untuk sementara waktu vakum dari dunia jual beli yang saya sukai sebelumnya. Hal ini dikarenakan saya harus ikut suami ke kota di mana suami saya bekerja dan saya pun belum mempunyai banyak teman di kota ini. Dan memasuki dunia baru sebagai seorang istri dan ibu seorang putri.
Jadi untuk sementara waktu keinginan untuk kembali berjualan hanya berupa angan-angan. Kesibukan saya ketika itu adalah mengajar dan menterjemah sesuai dengan bidang saya ketika kuliah.
Setelah anak pertama saya mulai sekolah play grup di usia 3 tahun, saya mulai melirik dunia jualan lagi dengan seijin suami.  Dengan berpikiran kalau saya jualan kan bisa nganter anak ke sekolah sambil jualan, main ke rumah teman sambil bawa jualan, arisan sambil bawa jualan. Daripada Cuma ngomong-ngomong aja, kan mending sambil jualan dapat uang. Begitulah cara berjualan yang saya lakukan awal-awal memulai bisnis, yaitu sekitar tahun 2002.
Karena memang komitmen awalnya menjadi seorang ibu rumah tangga, maka bisnis saya hingga saat ini masih ada di rumah. Belum berani membuka tempat di luar rumah. Yang dalam bayangan saya, bila bisnis saya maju, pasti ada konsekuensi nya bagi keluarga, yaitu waktu buat anak-anak. Karena, semakin maju usaha kita, maka effort yang dibutuhkan akan semakin besar. Padahal saya masih punya dua  anak balita, yang masih butuh perhatian lebih dan belum mandiri. Maka, saya masih bertahan untuk tetap bisnis di rumah dengan dibantu asisten toko.

MEMULAI BISNIS TANPA MODAL
Segala sesuatu bila dikerjakan dengan senang hati, pastilah tidak terasa berat. Demikian juga dengan jual menjual ini. Pertama kali merintis usaha setelah menikah, adalah dengan meminjam barang dari seorang teman yang punya usaha konveksi di Jogja. Awal kulakan ini, bermodalkan kepercayaan dari teman saya tersebut.
Pertama kali yang saya jual, gamis, kerudung, dan baju muslim anak dengan sistem konsinyasi, karena memang saya belum punya modal. Mau minta/pinjam suami kurang enak,  mau pinjam ortu juga kurang enak. Akhirnya pinjam barang dulu, setelah barang laku, baru saya bayar. Dan kalau nggak laku, boleh dikembalikan. Baiknya ya ...
Pada waktu itu, saya jualannya dengan saya bawa ke sekolah anak saya di TK. Sambil nganter sekolah atau kalau ada pertemuan orang tua murid, saya sambil bawa dagangan. Atau pas acara terima raport atau perpisahan, biasanya saya ikut bazar.
Begitulah, hingga akhirnya ada beberapa uang terkumpul dari jualan saya itu. Uang jualan saya bisa terkumpul lumayan, karena memang nggak saya pakai untuk keperluan lain, seperti untuk beli-beli baju atau yang lainnya. Mulailah uang itu saya gunakan untuk melebarkan sayap, yaitu dengan kulakan sprei ke pasar tanah abang.
Pertama kali punya showroom adalah di ruang tamu, ada sebuah etalasi kecil dan sebagian barang ditumpuk di kursi tamu. Waktu itu rumah kami masih ngontrak. Setelah punya rumah sendiri, kami sengaja membangun ruangan depan sebagai showroom dagangan saya, hingga akhirnya saya pindahkan showroom di sebelah rumah saya yang kebetulan dikontrakkan. Karena memang barang dagangan saya semakin lama semakin banyak, sehingga membutuhkan ruangan yang lebih besar. Akhirnya griya muslimah bogor punya showroom sendiri. Dan hampir 5 tahun saya mengontrak rumah itu. 

SUKA DUKA MENJADI MOM ENTREPRENEUR
Tidak mudah memang, berwira usaha sambil mengasuh anak. Harus bisa membagi waktu dengan baik. Karena memang komitmen awalnya adalah sebagai ibu rumah tangga, jadi mau tidak mau kadang urusan bisnis menjadi nomer kesekian.
Ya memang tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Karena untuk mendapatkan kesuksesan, butuh konsentrasi tinggi dan konsekuensi yang besar.  Selain itu, suami saya lebih suka kalau saya lebih banyak mengurus rumah tangga. Meskipun begitu, suami saya tidak melarang saya untuk tetap menjalankan bisnis dan berusaha memaklumi kesibukan saya. Bahkan suamilah yang memberikan berbagai fasilitas untuk menunjang kelancaran bisnis saya, antara lain bb, tab, komputer, dan rumah yang free wifi, sehingga saya bisa menjalankan bisnis dari rumah dengan tidak meninggalkan kewajiban saya sebagai seorang ibu rumah tangga.
Seorang mom entrepreuner memang yang paling penting adalah dukungan keluarga, terutama suami. Karena tanpa dukungan mereka, mustahil semuanya akan bisa dikerjakan dengan baik.
Sukanya dalam bisnis adalah kita bisa menjadi punya banyak teman, karena seringnya kita berinteraksi, kadang membuat kita jadi akrab satu sama lain. Meski kita tinggal di rumah dan ga bisa eksis di luar karena memang repot dengan anak dan urusan rumah tangga, serta  urus bisnis, kita masih tetep punya teman. 
Bahkan karena sudah akrab, kalau misalnya lagi nggak punya asisten toko, mereka biasanya kalau butuh belanja, akan ngabari dulu dan kalau kebetulan saya sedang repot dengan anak, biasanya saya persilakan untuk melayani sendiri, menulis nota, serta menghitungnya sendiri.  Dan karena sudah agak lama kenal, maka saya pun percaya saja. Alhamdulillah,  sepertinya belum ada kejadian buruk yang menimpa usaha saya. Dan semoga demikian seterusnya.
Menjadi problem tersendiri kalau asisten toko resign dan belum dapat gantinya. Dan kalaupun dapat ganti baru lagi, masih ada tugas lain yaitu mentraining nya. Mentraining atau mengajari asisten toko yang baru bukan pekerjaan mudah, karena waktu saya yang terbatas untuk mengajari mereka, jadi kalau anaknya agak pinter, dia akan cepat belajar sendiri dan segera menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya. Tapi, kalau anaknya kurang tertarik dengan pekerjaannya atau merasa ribet, biasanya dia akan mengundurkan diri.
Dan saya biasanya menyerahkan sepenuhnya keputusan pada mereka untuk lanjut atau tidak kerja di sini dan bekerja sesuai kebutuhan mereka. Maksudnya saya belum berani membuat kontrak tertulis untuk mengikat mereka agar terus kerja di sini.
Pengalaman pahit lain, ketika awal memulai bisnis adalah barang dipinjam teman dan barang yang sudah dibeli, nggak dibayar oleh konsumen mereka. Sedangkan teman saya ini kondisinya juga kurang mampu untuk melunasinya dulu.
Akhirnya karena sampai beberapa tahun nggak ada solusi, jadinya saya ikhlaskan saja. Semoga menjadi tambahan pahala saya di akhirat nanti.

BISNIS SAYA SAAT INI
Awal-awal memulai bisnis dulu, banyak yang coba-coba saya jual antara lain: tas, sprei, kerajinan tangan, produksi kerudung kaos, manset, dll. Tapi, untuk saat ini fokus pada 3 produk, yaitu kaos kaki, baju muslim anak LaBella, baju renang muslim/ah SULBI. Untuk ke-3 produk itu saya menjadi distributor dan agen, yang semua barangnya saya ambil langsung dari produsen.
Mengapa saya saat ini fokus pada tiga produk tersebut?
1.      Karena saya masih ada balita yang masih butuh perhatian lebih. Karena kalau semakin banyak produk yang kita jual, maka effort saya ke bisnis pun akan lebih besar dan waktu untuk anak-anak pun otomatis akan tereduksi juga.
2.      Tiga produk saya itu, masing-masing punya keunggulan. Kaos kaki adalah barang yang selalu dibutuhkan, tidak seperti baju yang kadang ada masa panen dan masa paceklik. Baju muslim anak LaBella adalah baju muslim anak dengan kualitas bagus dan harga terjangkau, serta tidak hanya dicari pada saat mau lebaran saja. Kalau baju renang muslimah  belum banyak yang menjualnya, jadi masih banyak peluang pasarnya.
3.      Modal yang terbatas. Sebagai distributor dan agen suatu produk, pasti ada target pembelian yang harus kita patuhi. Karena setiap produsen menerapkan kewajiban belanja dengan nominal tertentu kepada para distributor atau agennya. Itu artinya kita harus menyiapkan budget setiap bulan untuk wajib belanja barang. Dan kalau banyak barang yang kita jual, tentu butuh tambahan modal juga tentunya.
Siatem pemasaran saya saat ini masih dengan cara online,  via facebook, instagram, twitter, BBM, Whatsapp dan stock barang ada di rumah. Mengingat saya masih punya balita di rumah, yang masih butuh perhatian lebih. Sementara mencari pengasuh anak atau pun asisten toko yang baik dan loyal tidaklah mudah.
Dengan stock barang yang ada di rumah, ketika asisten toko sedang berhalangan atau pun sedang tidak ada sama sekali yang membantu melayani, aktifitas bisnis bisa tetap jalan, tinggal kita pandai-pandai saja berkomunikasi dengan pelanggan atas kondisi kita. Alhamdulillah selama hampir 7 tahun saya fokus pada bisnis online, aktifitas bisnis tetap berjalan bagaimanapun kondisi kita. Dan alhamdulillah banyak pelanggan yang bisa maklum dengan kondisi ini.
Saya berharap toko online saya, dengan brand Griya Muslimah Bogor, dapat saya wariskan kepada anak-anak. Saya ingin anak-anak saya meneruskan usaha yang sudah saya rintis selama 13 tahun ini. Kalau pun nantinya mereka tidak terjun langsung sebagai pengusaha, minimal sudah saya tanamkan jiwa wirausaha pada diri mereka sejak dini. Karena menurut saya seseorang yang mempunyai jiwa wirausaha, apa pun profesinya, akan mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan orang yang biasa-biasa saja. Orang yang berjiwa ENTREPRENEUR akan senantiasa menggali potensi dirinya semaksimal mungkin, sehingga menjadi sesuatu yang ‘bernilai jual’.

Tidak ada komentar:

 
Griya Muslimah Bogor © 2012-2015